MPBM Mutlak Bagi Memasuki Era Globalisasi


MANAJEMEN PERTANAHAN BERBASIS MASYARAKAT (MPBM)
 MENJADI LANGKAH AWAL MEMBANGUN
SISTEM INFORMASI MANAJEMEN PERTANAHAN NASIONAL (SIMTANAS) DALAM ERA GLOBALISASI

oleh : Bambang S. Widjanarko

Tuntutan Globalisasi

Tanah sebagai sumber agraria dikelola Negara sedemikian rupa untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat secara berkeadilan. Tanah adalah wadah bagi manusia melangsungkan hidup dan kehidupan. Oleh karena tanah sumber daya alam yang terbatas dan tidak dapat diperbarui maka tanah sarat akan potensi konflik. Oleh karena demikian maka sistem manajemen yang mengatur tanah memerlukan kelengkapan perangkat hukum sesuai dengan kondisi atau tuntutan masyarakat, pembuatan kebijakan yang mampu mengatur dan mengharmonisasi berbagai kegiatan penggunaan dan pemanfaatan tanah untuk mencapai tujuan, dukungan personil dan kelembagaan yang mampu mengetahui potensi yang ada di setiap bidang tanah, mampu melakukan bimbingan, pengendalian dan pengawasan bagi setiap bidang tanah hingga semua fakta dan perubahan yang ada pada setiap bidang tanah dapat direkam, disajikan dalam sistem informasi pertanahan sehingga pembuatan kebijakan dapat dilakukan berdasarkan fakta yang ada.

Dalam pergaulan bangsa-bangsa global manajemen pertanahan dituntut kecepatan, keakuratan, dan kepastian dalam memberikan hasil penetapan pemberian atau perpanjangan hak, pendaftaran hak atas tanah. Kepastian meliputi prosedur, persyaratan dan pengenaan biaya pelayanan. Kecepatan dan keakuratan menuntut sistem eletronik dalam pertukaran dan jual beli pelayanan. E-government, E-payment dan E-commerce dalam membangun dan mengembangkan manajemen pertanahan sudah tidak dapat ditunda-tunda jika bangsa Indonesia tidak ingin ketinggalan terhadap bangsa-bangsa lain dalam mengikuti perubahan.

Sistem Tata Usaha Bidang Tanah

Cepat, tepat, akurat dan berkepastian akan waktu, biaya dan persyaratan merupakan ukuran kualitas pelayanan publik sebagaimana halnya juga sertipikat tanah. Sistem informasi sudah harus dijital baik data tektual maupun spasial. Negara yang sudah maju baik dengan stelsel positif ataupun negatif hanya memerlukan waktu tidak lebih dari 1 (satu) hari bahkan ada yang kurang dari 1 (satu) jam didalam memberikan pelayanan pertanahan dan dijamin tidak ada sengketa. Dan kalaupun ada sengketa, setelah keputusan pengadilan, tidak ada pihak yang dirugikan karena apabila ada pihak-pihak yang dirugikan oleh kekeliruan pemerintah di dalam menerbitkan sertipikat maka kerugian dikompensasi oleh premi asuransi. Sistem pelayanan pertanahan seperti ini kita sebut stelsel positif atau sistem Toren yang dikembangkan oleh Australia.

Sebaliknya apabila sengketa tanah siapa yang menang atau kalau sepenuhnya diserahkan kepada pengadilan dan pemerintah tidak memberi kompensasi apabila timbulnya sengketa karena ke kurang akuratan pemerintah di sebut stelsel negatif. Stelsel negatif tidak dikenakan asuransi sebagai kompensasi apabila timbul kerugian karena kekeliruan pemerintah. Belanda adalah negara yang menerapkan stelsel negatif.

Indonesia menerapkan stelsel negatif bertenden positif. Lembaga pengumuman bagi tanah yang tidak jelas alas haknya merupakan upaya memberikan kesempatan kepada pihak lain yang lebih berhak atas tanah tersebut melakukan sanggahan sehingga keputusan pemerintah atas hak atas seseorang dapat dicegah kerugian pihak lain. Pemerintah tidak memungut asuransi sebagai konpensasi apabila pemerintah kalah dalam sengketa administrasi.

Cepat, tepat, akurat dan berkepastian akan waktu, biaya dan persyaratan sebagai ukuran kinerja pelayanan publik telah dapat dibudayakan di negara-negara maju baik negara yang menganut stelsel positif maupun negatif. Hal ini karena ketersedian peta bidang tanah kadastral yang selalu mutahir dalam system informasi pertanahan yang terintergrasi dengan system informasi terkait telah dapat dikuasai oleh negara maju, terintergrasinya antara tata administrasi tanah, penduduk dan aktifitasnya, masyarakatnya sudah melek dan sadar akan peraturan perundangan yang berlaku, struktur masyarakat yang mendukung penerapan teknologi modern dan adaptif terhadap perubahan-perubahannya karena didukung kualitas sumber daya manusia yang memadai untuk menyerap perubahan teknologi, kelengkapan perangkat hukum pertanahan telah bersesuaian dengan kebutuhan dan tingkat kedewasaan masyarakatnya.

Kondisi Tata Usaha Bidang Tanah di Indonesia

Walaupun stelsel yang dianut Indonesia negatif bertenden positif berarti tidak sama persis meniru Australia (system Toren) dan juga tidak sama persis meniru Belanda. Dan juga tidak sama persis dalam hal kecepatan, keakuratan dan kepastian. Tingkat kecepatan, keakuratan dan kepastian belum siap untuk memasuki globalisasi yang telah menerapkan e-government, e-commerce dan e-payment.

Tata administrasi pertanahan dan penduduk yang berlangsung saat ini belum terintergrasi. Sehingga perubahan-perubahan yang berkaitan dengan kependudukan seperti jual beli, gadai, atau pewarisan belum mampu tertangkap secara cepat oleh tata administrasi pertanahan. Pendaftaran tanah balik nama atau agunan hanya untuk tanah yang sudah terdaftar, sementara sebagaian besar tanah yang belum terdaftar belum mampu tersentuh oleh mekanisme yang berlaku saat ini.

Jebakan ketergantungan teknologi terhadap negara maju yang semakin tidak terbeli bagi pembangunan peta bidang tanah secara menyeluruh baik bagi tanah yang sudah terdaftar maupun belum, sekalipun tiap tahun anggaran selalu dinaikkan. Kondisi demikian akan memperbesar ketergantungan dimasa mendatang karena teknologi berubah demikian cepat sedangkan perubahan bidang tanah meliputi penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah juga berubah demikian cepat sehingga periode pemutahiran menjadi semakin singkat, semakin besar anggaran yang dibutuhkan dalam pemeliharaannya, dan sudah dapat dikalkulasi semakin ketinggalan terhadap perubahan data dan teknologi pemetaan.

Sejak program tata usaha pencatatan bidang tanah berkaitan dengan pemilikan tanah yang dimulai sejak 1961, terbayang dalam dua puluh tahun kedepan semua bidang tanah dapat dipetakan. Ternyata hingga saat ini tanah yang sudah tercatat periode 1961 s/d 1985 belum berdasarkan peta bidang tanah yang akurat. Sementara yang telah terdaftar periode 1985 s/d 1997 sudah mulai terkait dengan peta bidang tanah akan tetapi belum secara keseluruhan. Hanya pendaftaran bidang tanah yang mengikuti pola sistematis terkaitkan dengan peta bidang tanah, sedangkan pendaftaran sporadis tidak terkait dengan peta bidang tanah. Bagian ini merupakan sumber masalah dikemudian hari pada saat terjadinya sengketa dimana rekonstruksi tidak dapat dilakukan secara akurat.
Kualitas pendaftaran tanah ditentukan oleh kualitas dari peta bidang tanah karena posisi relatif bidang tanah merupakan petunjuk utama dalam memposisikan batas batas tanah hasil rekaman pengukuran bidang tanah yang bersangkutan.

Saat pendaftaran tanah berlangsung dan perubahan yang terjadi dilapang setelah pendaftaran tidak selalu diikuti pemutahiran data karena beberapa hal antara lain ketidak tahuan prosedur, pelayanan yang tidak terjangkau oleh sebagian masyarakat baik jarak maupun biaya serta karena ketidakpastian, sehingga peta-peta yang dulu pernah dibuat tidak termutahirkan secara kontinyu, dan akibatnya tidak lagi dapat digunakan untuk memetakan pendaftaran sporadik.        


Peta bidang tanah yang komprehensif meliputi penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah (P4T) dalam system informasi pertanahan belum terbangun di Indonesia. Masyarakat belum mengetahui peraturan perundangan pertanahan berarti kesadaran masyarakat belum terbina. Budaya tunai dalam perbuatan hukum atas tanah belum bersesuaikan dengan penyelenggaraan tata adminisitrasi  bidang tanah. Sebagian tanah yang diuangkan karena kebutuhan ekonomi sudah berarti penyerahan hak walaupun belum tertuang dalam akte. Kejadian demikian tidak mampu terditeksi sekalipun pemetaannya menggunakan teknologi citra. Dengan demikian maka partisipasi masyarakat dalam pembangunan data bidang tanah merupakan keharusan berdampingan dengan pemanfaatan teknologi modern.

Partisipasi masyarakat dalam mengelola data bidang tanah belum pernah tersentuh kecuali hanya sebagai obyek program-program top-down yang saat ini dirasakan menjadikan kepasifan masyarakat. Kepasifan masyarakat dalam ikut serta mengelola data bidang tanah merupakan salah satu penyebab tidak dapat terbangunan peta bidang tanah secara cepat. Percepatan pemetaan bidang tanah tidak cukup hanya dikejar dengan penggunaan teknologi modern. Subyek, migrasi penduduk dan budaya jual beli tunai yang dianut masyarakat pada umumnya tidak dapat dipetakan menggunakan teknologi modern.

Sebagai bangsa yang masih terbatas kemampuannya membeli teknologi modern yang sulit terkejar perubahannya, sudah saatnya melakukan trobosan untuk percepatan mengejar ketertinggalan dalam pembangunan sistem informasi pertanahan nasional (SIMTANAS) sebagaimana yang diamanatkan TAP MPR Nomor IX Tahun 2001. Terobosan yang saat ini sudah saatnya adalah partisipasi masyarakat dalam manajemen pertanahan yang pembangunannya dilakukan dalam unit desa/kelurahan.

MPBM menyambut 100 tahun Kebangkitan Nasional

Hampir semua negara yang telah maju baru membuka diri setelah kuat kemandirian atau ketergantungan pada bangsa lain relatif tidak kecil. Melihat kemajuan bangsa lain, teringat gemblengan Bapak Bangsa, Bung Karno, meminta segera mewujudkan BERDIKARI, berdiri di atas kaki sendiri, jika tidak ingin terjajah oleh imprialisme modern.

Kondisi Bangsa Indonesia justru saat ini terseret kedalam kancah globalisasi dalam kondisi kemnadirian bangsa belum terwujud. Program-program top down akan meresap sangat cepat kebawah bagaikan air hujan melalui tanah pasir hilang tanpa bekas tanpa berkontribusi dalam mengejar ketertinggalan kemajuan bangsa-bangsa negara maju.

Revolusi cara berpikir dan budaya penyelenggaraan pemerintahan sudah harus dilakukan dalam permainan mengarungi pergaulan globalisasi. Bangsa Indonesia harus menyadari kekeliruan yang selama ini telah berlangsung dalam mengejar ketertinggalan hanya melihat dari mengejar perubahan teknologi dan kurang mempertimbangkan partisipasi masyarakat.

Manajemen Pertanahan Berbasis Masyarakat (MPBM) yang telah diujicobakan di Jawa Tengah di 35 desa/kelurahan yaitu setiap kabupaten/kota satu desa/kelurahan merupakan terobosan membangun dan mengembangkan pertisipasi masyarakat dengan pendekatan gotong royong sebagaimana budaya bangsa mengatasi kekurangan kemampuan dalam pendanaan.

Keserempakan dalam pembangunan data bidang tanah seluruh desa secara gotong royong dapat mempercepat pengejaran ketertinggalan dalam membangun sistem informasi pertanahan. Sebagaimana konsepsi administrasi pertanahan modern, sistem informasi pertanahan merupakan salah satu pilar yang harus paralel dengan pilar susunan kelembagaan dan kemampuan pembuatan kebijakan untuk mampu menyesuaikan terhadap perubahan perubahan yang terjadi dalam kehidupan globalisasi dengan tetap pada pencapaian sukses pembangunan sosial ekonomi yang berkelanjutan.

Kelembagaan pertanahan yang saat ini ada masih kurang mampu menjangkau hingga bidang tanah karena hanya sampai tingkat kabupaten/kota. Sistem informasi pertanahan belum mungkin terbangun dalam 25-50 tahun mendatang jika tetap pada pendekatan program top-down karena data bidang tanah sebagian besar belum terdaftar di kantor pertanahan.

Oleh karena itu bangsa Indonesia harus bangkit pada kebangkitan nasional yang berusia     100 tahun melalui gerakan rakyat dan seluruh komponen bangsa serempak membangun MPBM melalui kerjasama DEPDAGRI dan BPN RI dibawah koordinasi Peraturan Presiden dalam 5-10 tahun kedepan. Sebagaimana uji coba di Jawa Tengah yang digagas oleh Bambang S. Widjanarko, Kakanwil BPN Jawa Tengah periode medio 2004 – awal 2008 dan penduplikasiaannya didukung oleh Gubernur Jawa Tengah melalui tiga surat edaran sehingga kabupaten Pemalang, Purbalingga dan Sragen telah melakukan pembangunan MPBM secara serempak seluruh desa-desa di wilayahnya secara bertahap menggunakan Alokasi Dana Desa (ADD) dengan meniru hasil uji coba. Hasil uji coba di Jawa Tengah tentu dapat juga ditiru atau diterapkan bagi desa-desa di seluruh Indonesia. MPBM pasti dapat diterapkan diseluruh Indonesia karena mempertimbangkan nilai-nilai lokal sesuai dengan konsepsi yang dianut MPBM yaitu penekanan basis masyarakat setempat.    

Apa dan Manfaat MPBM

MPBM pada prinsipnya adalah sebuah bentuk manajemen pertanahan berbasis masyarakat. Sesuai dengan model ini, pengelolaan penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah (P4T) ditekankan pada usaha untuk menggerakan partisipasi masyarakat dalam menyelenggarakan fungsi administrasi pertanahan tingkat desa/kelurahan dan sebagai partner Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota dan Pemerintah Kabupaten/Kota melalui pemberdayaan Pemerintahan Desa/Kelurahan dan seluruh masyarakatnya dalam mewujudkan tertib administrasi pertanahan, tertib hukum pertanahan, tertib penggunaan  dan pemeliharaan tanah, lingkungan hidup menuju makmur mandiri alam lestari dengan menggunakan pendekatan partisipasi masyarakat dan gotong royong dalam pembangunannya dan pemeliharaan serta operasionalnya.

Apabila MPBM telah terbangun maka sistem informasi pertanahan dapat dipercepat terbangun di seluruh Indonesia dan manajemen pertanahan nasional dapat terselenggara secara lebih efektif bahkan lebih efesien dibandingkan hanya mengandalkan pembelian teknologi modern tanpa partisipasi masyarakat. Mafia tanah dapat dieliminir karena data bidang tanah menjadi terbuka, tidak abu-abu lagi. Kesadaran masyarakat dapat dikembangkan menuju kemandirian. Ketergantungan pada program top-down diperkecil berarti budaya nyadong atau ketergantungan pada sinterklas dapat diobati. Perekonomian masyarakat dapat secara alamiah bergerak tanpa harus menunggu guyuran program dari atas. Potensi timbulnya sengketa tanah yang merepotkan penyelenggaraan pemerintahan dapat ditiadakan. Tertib manajemen aset negara dan bangsa dapat terselenggara. Rencana Tata Ruang dan Tata Guna Tanah dapat diimplementasikan secara lebih efektif dibandingkan dengan saat ini hanya sebagai dokumen penghias rak buku karena hasil penecanaan belum membumi.

Dengan demikian penyelenggaraan pemerintahan dalam negeri dalam mengemban tujuan pembangunan nasional yaitu sukses pembangunan sosial ekonomi secara bekelanjutan dapat terselenggara secara lebih efektif dan efesien.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

1 Response to "MPBM Mutlak Bagi Memasuki Era Globalisasi"

  1. Titi says:
    1 Februari 2015 pukul 18.21.00 WIB

    Asswr.wb. Bapak saya merencanakan untuk melakukan pengabdian di desa sidoluhur untuk pembenahan administrasi pertanahan dengan cara mengimplementasikan MPBM, mohon petunjuknya.
    Wsslm

Posting Komentar